Search this blog

Mar 19, 2011

Umat Buddha; Aktif atau Pasif? 4/5

Kuala Lumpur, Jan 26, 2003

Saya sedang duduk di depan perpustakaan Mahavihara Brickfields, ketika seorang lelaki separoh baya, berumur sekitar 60-an menghampiri saya. Dia membaca tag nama saya dan berkata, "Hm....Siswanto, pasti orang Indonesia keturunan china......". Dan kemudian beliau pun bercerita tentang kehidupan umat beragama di Jakarta. Beliau kelihatan familiar dengan Indonesia. Kemudian, beliau juga bercerita bahwa sekarang ini, orang sentiasa terburu-buru, entah oleh apa. Hanya datang ke vihara, puja, blessing, terus pulang. Ditempat yang tenang seperti di Vihara-pun, mereka tidak ingin berlama-lama. Padahal di vihara, kita bisa bermeditasi karena didukung dengan suasana yang menyenangkan. Kemudian, kami pun berbincang tentang meditasi. Juga tentang Angulimala dan Hukum Karma. Beliau mengajak saya untuk memperhatikan orang yang lalu lalang di depan pintu gerbang Mahavihara. Katanya, "Seperti mereka yang lewat di depanmu, apakah kamu akan ingat siapa mereka setelah mereka pergi dari hadapanmu? Demikian jugalah keterikatan, kita seharusnya tidak terikat dengan kemarahan, kejengkelan, rasa cinta etc......" Kemudian, beliau memberikan sebuah buku dhamma kepada saya, sebagai hadiah. Judulnya "Living Dhamma" ditulis oleh Ven. Ajahn Chah. Buku ini berisi kumpulan ceramah dhamma yang dibawakan oleh Ajahn Chah, diterbitkan tahun 1993. Sungguh suatu berkah yang tidak ternilai harganya, suatu hadiah dari seorang asing yang baru saya kenal. Kemudian, barulah saya tahu, namanya Brother Koh. Beliau meminta saya membuka halaman pertama buku tersebut yang berisi foto Ajahn Chah dan petuah-petuah yang singkat tapi berarti. Salah satu quote yang ada "Use your heart to listen to these teachings- not your ears." (Gunakan hati anda untuk mendengarkan ajaran-ajaran tersebut, bukan telinga anda). Hari Minggu yang ini, saya mengenal lagi seorang yang baru, di MahaVihara Brickfields. Pembicaraan tersebut berlangsung dalam tempo kurang dari 1 jam. Mungkin cuma 30 menit. Saya tidak ingat, karena semuanya mengalir begitu saja. Yang terjadi sangat sederhana, ada yang mendengar dan ada yang berbicara. Sebagai pendengar yang baik, saya diberi buku. :-). Indah sekali dan baik hati ya Brother Koh ini. Seolah-olah Brother Koh ini tahu bahwa saya sedang mengumpulkan buku-buku dhamma untuk melengkapi Perpustakaan Ekayana Graha Jakarta. Saya terkesan sekali, beliau sangat sederhana dan sangat rendah hati. Berpenampilan sederhana, dengan baju yang agak lusuh dan tas kuning yang penuh dengan buku dhamma. Tetapi pengetahuan beliau sangat dalam, tentang dhamma dan juga politik. Mungkin dapat dimaklumi karena beliau rajin sekali membaca dan juga kerap datang mendengarkan ceramah dhamma pada jumat malam dan minggu pagi di Mahavihara.


Regards,
Jenty

No comments:

Post a Comment