Search this blog

Mar 19, 2011

Umat Buddha; Aktif atau Pasif? 1/5

Kuala Lumpur, January 4, 2003

Saya terinspirasi untuk menjadi seorang umat buddha yang 'lebih baik' (baca:
lebih aktif) setelah mengikuti berbagai kegiatan sehubungan dengan Dhamma Tour December 2002 yang berlangsung di Malaysia. Berikut adalah beberapa cuplikan dari ceramah yang saya dengar dan sangat menarik untuk berbagi dengan saudara-saudari sedhamma di Milis Buddha. Saya kirim dalam 5 bagian, ini bagian yang pertama; selamat membaca:

---------------------------
Dalam Global Conference on buddhism yang baru berlangsung di Shah Alam, Malaysia tanggal 7 - 8 Desember, 2002 yang lalu, banyak sekali pembicara dan praktisi dhamma yang datang. Beberapa diantaranya yang sangat berkesan adalah Bhante Dr. Mettanando dari Thailand, yang juga merupakan penasehat PBB untuk urusan agama buddha. Beliau juga memiliki berbagai gelar akademis; diantaranya B.Sc dan M.D. dari Chulalongkorn University, Thailand; B.A. dan M.A. dari Oxford University, England plus Th.M dari Harvard University, USA dan Ph.D dari Hamburg University, German; very well educated.

Seperti yang kita tahu, Thailand adalah negara buddhis yang juga merupakan pusat prostitusi yang terkenal di asia tenggara. Bhante Mettanando tertarik untuk mengadakan survey, kenapa di negara buddhis yang bhikkhunya puluhan ribu, kok bisa menjadi pusat prostitusi yang termasyur di Asia. Dalam survey tersebut, beliau mengadakan research untuk mengetahui sejauh mana sikap dan pandangan umat Buddha di Thailand tentang hal ini; prostitusi. Para responden adalah umat buddha senior yang mengerti agama buddha dan menjalankan ajaran Buddha dalam kehidupannya. Salah satu questionnaire yang diajukan kepada mereka adalah; "Apa yang akan anda lakukan bila sebuah brothel (pusat pelacuran) akan dibangun disebelah rumah anda?" Kebanyakan dari jawaban yang diberikan menunjukkan sikap pasif para umat buddha ini; beberapa akan lebih tekun bersembahyang dan meditasi, beberapa akan lebih rajin berdana, ada yang akan pindah rumah, etc.
Tidak ada satupun yang ingin prostitusi ditutup ataupun ingin campur tangan.
Menanggapi jawaban dari umat buddha ini, Bhante Mettanando bilang, kita memiliki pilihan, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Kalau memang prostitusi itu tidak baik dan mencemari masyarakat, lakukanlah sesuatu. Jangan hanya berdiam diri, karena menolong memperbaiki keadaan yang buruk menjadi baik juga merupakan sebuah perbuatan mulia. Bhante Mettanando banyak menggunakan Manggala Sutta sebagai bahan acuan dalam ceramah beliau. Manggala Sutta yang sederhana dibuat menjadi sangat menarik dalam presentasi beliau. Beliau seorang dokter dan diminta membahas 'cloning' dalam ceramah tersebut. Beliau menegaskan bahwa jelek
atau tidaknya 'cloning' tidak bisa dilihat dari satu sisi. Sebagai Buddhist,
kita harus bisa menelaah dari berbagai prospektif. Harus 'open minded'
(berpikiran terbuka). Bahkan dalam menjawab setiap pertanyaan dalam sesi tanya jawab, beliau selalu menggunakan Manggala Sutta. Begitu selesai conference, saya langsung pulang dan membuka kembali Manggala Sutta dan memastikan bahwa semuanya masih sama seperti yang saya baca; ternyata Manggala Sutta masih seperti dulu. Bhante Mettanando-lah yang menjadikan Manggala Sutta menjadi menarik karena mengaitkannya dengan Bio Technology dan Kehidupan Modern di abad ini.

Regards,
Jenty

No comments:

Post a Comment