Search this blog

Mar 22, 2019

Mindful Breath, Better Life

Wei Hai, Shan Dong, China, 16 Maret 2019

Mindful Breath, Better Life - Jenty Siswanto

Mindfulness adalah satu kata yang lagi trending saat ini. Cari kata ini di internet, yang muncul adalah buku, seminar, video dan link ke berbagai pelatihan.

Saya ingin berbagi tentang bagaimana mindfulness membantu hidup saya dalam seminggu terakhir ini. Minggu penuh drama.

Hari Rabu lalu, 6 maret 2019, suami saya, yang sedang ada proyek di China, pingsan ketika berpidato di podium. Rabu sore, saya masih di BSD, Tangerang, baru selesai menjemput anak saya pulang dari sekolah ketika saya tahu suami sudah dibawa ke rumah sakit oleh rekan kerjanya dan sedang diinfus, kena Pneumonia. Kelihatannya cukup parah karena sampai pingsan.
Khawatir, sudah pasti. Tapi yang bikin frustasi adalah karena tidak bisa ngapa-ngapain selain panik. Apalagi Tangerang dan Wei Hai itu jauh banget, tidak ada direct flight juga. Jadi yang bisa saya lakukan adalah kembali ke napas. Bernapas masuk, bernapas keluar. Bernapas masuk, menyadari bahwa saat ini saya sedang panik karena suami saya sakit. Bernapas keluar, saya menenangkan diri. Lagu Breathing In Breathing Out itu tidak hanya sekedar lagu tapi juga rahasia hidup damai. Seringkali, hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi dalam hidup kita. Kita tidak bisa kontrol apa yang ada di masa depan, masa lalu sudah lewat dan saat ini adalah sekarang ini, yang ada didepan mata kita. Apapun yang terjadi, hal terburuk sekalipun, kita selalu bisa kembali ke napas.
Setelah tenang, saya baru memikirkan langkah apa yang harus saya lakukan. Ketika kita tenang, pikiran kita menjadi lebih jernih. Kemungkinan mengambil keputusan yang tepat akan lebih besar ketika pikiran kita jernih. Akhirnya saya berbicara dengan anak saya dan mengatur supaya dia bisa mandiri dalam seminggu ke depan karena saya akan berangkat ke Wei Hai malam itu juga. Untung juga dapat tiket, walaupun last minute.

Ternyata, drama tidak hanya disitu saja, ada kelanjutannya. Hari kedua setelah tiba di Wei Hai, saya mulai kecapekan. Ngurusin suami sakit itu melelahkan. Saya juga takut ketularan karena satu lantai rumah sakit itu isinya semua pasien dengan penyakit paru-paru seperti Pneumonia, TBC, etc. Pasien di sebelah suami saya juga batuknya mengerikan, kalau batuk, ada gelembung udara di sekitarnya, dahaknya banyak. Kembali lagi ke napas, saya juga tidak harus harus bagaimana. Dalam hati saya berdoa semoga saya tidak sampai sakit.
Akhirnya, walaupun tadinya ragu-ragu, saya mengambil keputusan untuk ke dokter.Sempat was-was juga meninggalkan suami saya yang sedang diinfus, tapi saya pikir, kesehatan saya juga penting. Karena bila saya tumbang, siapa yang akan mengurus suami saya nantinya? Ketika di pendaftaran, resepsionis menyarankan saya ke dokter bagian penyakit menular karena keluhan saya adalah kepala pusing, agak meriang dan batuk-batuk. Ketika bertemu dokter, saya bercerita bahwa saya pernah kena typhus persis setahun yang lalu dan saya khawatir bila kembali menderita penyakit yang sama. Dokter bilang, kasus penyakit typhus di rumah sakit mereka dalam 1 tahun paling cuma 5 pasien aja. Intinya, kemungkinan besar bukan typhus. Kemudian saya cek darah, cek typhus, cek lain-lain. Hebatnya, mungkin karena penduduknya luar biasa besar, rumah sakit di China juga sangat efisien. Saya cek up pagi jam 10, hasilnya sudah ada jam 12pm. Ternyata, semua hasil cek up normal. Dokter bilang ini lao lei, 劳累. Exhausted. Alias kecapekan. Katanya, "saya tidak kasih kamu obat ya, kamu istirahat saja."
Kemudian, saya mampir ke yanxitang, jaringan apotik di wei hai dan ngobrol dengan apotekernya. Direkomendasi untuk beli fu fang er jiao dan huang qi jing. Katanya kombinasi keduanya itu bagus supaya badannya sehat. Yang pertama untuk menambah darah, yang kedua untuk menambah kekebalan tubuh. Benar loh, setelah minum selama 2 hari, sembuh loh. Sudah tidak pusing kepalanya, juga tidak lemas lagi. The wonder of TCM (traditional chinese medicine).
Singkat cerita, dengan kombinasi berbagai metode; infus, TCM, meditasi dan istirahat yang cukup, suami saya saat ini sudah sembuh dan sudah kembali kerja seperti biasa.

Mindfulness, terjemahan bebas dalam Bahasa Indonesia adalah Sadar Penuh atau Bahasa Jawanya Eling, atau dalam kamus Cambridge adalah "The practice of being aware of your body, mind, and feelings in the present moment, thought to create a feeling of calm.”

Seringkali kita tidak trampil dalam mengekspresikan diri melalui pikiran, perbuatan, ucapan sehingga kita menyakiti yang lain tanpa kita sengaja. Untuk menjadi trampil, butuh latihan. Meditasi adalah salah satu metode dan seringkali meditasi diasumsikan bahwa kita harus duduk diam dan bersila kemudian memperhatikan napas. Kenyataannya, dalam posisi berjalanpun kita dapat bermeditasi, memperhatikan langkah kaki, kaki kanan ke depan, aku sedang berjalan dan bernapas masuk, kaki  kiri ke depan, aku sedang berjalan dan bernapas keluar dan demikian berulang-ulang. Atau ketika sedang mengemudi mobil di tengah kemacetan Jakarta yang sudah tidak diragukan lagi kadar kesemrawutannya.

Ada 2 latihan inti yang selalu diajarkan oleh Master Zen Thich Nhat Hanh agar kita menumbuhkan cinta kasih dan kasih sayang dalam diri kita yaitu; “Listening with Compassion dan Look Deeply”.
Seringkali ketika kita mendengar, kita hanya mendengarkan apa yang ingin kita dengar. Sambil kita mendengarkan, kita sibuk memikirkan apa yang akan kita respon. “Listening with Compassion” adalah mendengarkan HANYA untuk mendengarkan, tanpa memikirkan respon kita, kita mendengarkan dengan penuh perhatian. Terkadang lawan bicara kita hanya ingin didengarkan saja.
“Look Deeply” adalah ketika kita berusaha melihat sesuatu dengan lebih dalam lagi, tidak hanya sekedar apa yang ada dipermukaan. Misalnya ketika teman kita melampiaskan amarahnya ke kita sementara kita merasa tidak bersalah. Jangan langsung memposisikan diri sebagai korban. Jangan mengasihani diri juga. Cobalah melihat lebih dalam lagi, mungkin teman kita sedang menderita dan kita menjadi tempat pelampiasan penderitaannya. Disitulah kita melatih kesabaran dan kasih sayang. Thay, demikian panggilan untuk Master Zen Thich Nhat Hanh yang artinya guru, menulis sebuah puisi tentang kehidupan bajak laut yang menganiaya seorang perempuan yang diberi judul: Call Me by my True Name, bercerita bahwa bajak laut itu juga seorang korban bahwa ketika kita melihat sebuah masalah, janganlah hanya melihat dari satu sisi saja. Awalnya saya tidak memahami hal ini karena menurut saya, bagaimana mungkin kita bersimpati pada bajak laut yang telah menganiaya orang lain. Tetapi bertahun-tahun kemudian, saya paham maksud Thay, bahwa cinta kasih itu memang tidak terkotak-kotak. Selamat berlatih.