Search this blog

Mar 20, 2011

Tentang anak-anak dan binatang

Jakarta, September 17, 2004

Mencetak buku dan membagikan ke Vihara buku-buku bergambar hewan adalah ide yang bagus agar anak-anak kita lebih mencintai binatang.
Tetapi hal yang lebih sederhana lagi adalah mendidik mereka agar mencintai
binatang yang ditemui sehari-hari di lingkungan mereka.

Anak saya, Dhilan, sekarang 11 bulan (sekarang tumbuh sehat dan tumor yang ada di kepalanya hanya meninggalkan bekas putih; thanks untuk email dari rekan2 yang sangat perhatian), masih kecil kalau menurut ukuran kita, tetapi ketika melihat semut yang berkeliaran di lantai, dia bisa mengejar semut dan berusaha untuk dijadikan mainan, ditekan dengan telunjuk dan matilah semut itu...
Keponakan saya, Yang-Yang, 20 bulan, bisa menjambak rambut anjing yang tidak bersalah yang ada di rumah neneknya.

Mereka memang masih kecil tetapi karena masih kecil itulah, bisa diajarkan untuk menyayangi binatang.

Saya bekerja di rumah dan mempunyai baby sitter yang menjaga anak.
Karena bekerja di rumah saya bisa mengawasi anak saya dan juga 'mengawasi' baby sitter-nya. Setiap anak saya tidak mau makan, maka dia akan menakut-nakuti dengan binatang cecak. Kalau begini caranya, bagaimana mungkin Dhilan bisa menyayangi binatang? Semut dikejar dan dikerjain, cecak ditakuti. Terus kalau Dhilan nakal, baby sitternya akan memanggil dengan kencang "Dhilaannnnnnnn". (Itu karena saya ada di rumah, gak kebayang kalau saya gak dirumah, anak saya diapain yach.......)

Menurut Ahli; Anak kecil yang sering ditakut-takutin akan tumbuh menjadi
penakut, sedangkan anak kecil yang sering dikerasin (dipukul, cubit, etc) akan
tumbuh menjadi anak yang punya sifat yang sama (suka memukul, etc). Dikatakan juga suami yang suka memukul istri, bisa jadi karena sewaktu kecil, sang suami sering dipukul oleh orangtua/pengasuhnya.

Tugas mencintai binatang adalah tugas kita semua, selain sekolah minggu yang harus mengajarkan, juga harus dimulai dari rumah. Kalau orang tua sibuk bekerja, dan pengasuhan anak diserahkan ke pembantu dan baby sitter, belum tentu norma-norma baik yang ada di orangtua bisa diturunkan ke anak. Karena diasuh dan dibesarkan pembantu/baby sitter, otomatis, apa yang diajarkan oleh baby sitter/pembantu-lah yang diserap oleh anak-anak tersebut.

Ada satu artikel yang bagus di kompas edisi hari ini, Jumat, September 15, 2004 bahwa seorang anak adalah peniru ulung aktivitas orang yang berada di
sekitarnya...

"Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki....Jika anak dibesarkan
dengan toleransi, ia belajar menahan diri......." (puisi Anak Belajar dari
Kehidupannya dari Dorothy Law Nolte). Bahwa puisi itu jika direnungkan bahwa pendidikan dan karakter anak 'diciptakan' oleh orang tua yang membesarkannya.
Masih dalam artikel itu juga dihimbau agar orang tua yang sibuk meluangkan waktu sepulang kerja untuk menidurkan anak; meninabobokannya, etc......

Saya teringat apa yang dikatakan oleh dr. Ratna Surya Widya dalam pelatihan guru sekolah minggu yang dilakukan di Perguruan Budhi awal tahun 2004 yang lalu (semoga benar saya menulis namanya). Beliau mengatakan bahwa anak balita adalah usia emas dimana anak-anak tersebut sedang berkembang dan pertumbuhan otaknya bergerak dengan cepat. Pada usia emas ini, sayang sekali kalau tugas membesarkan mereka yang begitu mulia diserahkan oleh orang tua kepada orang lain. (Mungkin maksudnya pembantu/baby sitter).

No comments:

Post a Comment