Search this blog

Mar 20, 2011

Be friends with Karma

KL, August 4, 2003
 
Sebagai buddhist, kalau kita terpikir untuk 'memberikan contoh' yang baik ke
masyarakat dengan menunjukkan ketenangan yang kita miliki dari mempraktekkan ajaran Buddha; berapa lama waktu yang diperlukan untuk itu? Bagaimana kalau semua umat Buddha memiliki pola pikir yang sama? Saya khawatir, sebelum kita sempat melakukan apa-apa, buddhism sudah terlanjur 'jatuh'.

Dari berbagai pengalaman pribadi dan beberapa teman saya, sebagai umat biasa, umumnya kita perlu support group yang kuat untuk tetap 'berada di jalan yang benar'. Misalnya setelah mengikuti latihan meditasi selama seminggu, umumnya para peserta begitu tenang dan terkontrol pikirannya. Tetapi, 3 bulan kemudian, terkadang karena sudah kembali dan bercampur dengan kehidupan duniawi, dimana harus bekerja dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, banyak sifat 'lupa'nya. Untuk bermeditasi-pun, banyak excuse-nya.
Contoh yang paling sederhana; terjebak dalam kemacetan lalu lintas, mulai lagi
ngomel dan mengumpat sana sini. Lupa-lah apa yang diajarkan oleh master meditasi untuk selalu 'mindful' dalam setiap situasi.

Tentang kekacauan dalam organisasi agama, kayaknya hal tersebut terjadi
dimana-mana. Banyak juga para pendeta kristen yang memanfaatkan sumber dana dari masyarakat untuk kepentingan pribadi. Not to mention beberapa bhikkhu yang lepas jubah setelah berhasil mengumpulkan dana untuk membeli barang-barang mewah. Yang ini, jangan dibahas, udah menjadi sifat umum manusia untuk menjadi serakah, makanya kita terjebak dalam samsara.

Banyak juga loch misionaris buddhis yang saya kenal. Ada WBO (Western Buddhist Order), despite banyak komentar yang 'tidak menyenangkan' tentang system sangha yang mereka anut; anggota WBO banyak yang melaksanakan misinya menyebarkan buddha dhamma dengan biaya sendiri. Tentu saja sangat membantu karena beberapa dari mereka yang saya kenal adalah para professional yang bekerja berdasarkan per project basis; misalnya consultant management yang memiliki kantor sendiri dan 'hanya' bekerja 1/2 tahun dan 1/2 tahun yang lain digunakan untuk menyebarkan dhamma. Juga ada seorang dokter umum yang bekerja sebagai dokter pengganti selama periode tertentu dan sisa waktu yang ada digunakan untuk berkelana dan mengajarkan meditasi. Of course, sangat membantu adalah pilihan mereka untuk tetap 'single' sehingga memiliki kebebasan waktu untuk mengembara. Tahu sendirilah, kehidupan berumah tangga memiliki komitmen yang sangat tinggi.

Di Malaysia, ada BMSM (Buddhist Missionary Society Malaysia). Mereka mengadakan misi dhamma ke India, membantu rakyat miskin disana, mengajarkan dhamma secara perlahan-lahan karena di India banyak yang beragama Hindu. Project terbaru adalah menyediakan keperluan sekolah dan kebutuhan sehari-hari untuk 300 anak usia sekolah di Kusinagar, India. Dalam project ini, mereka mendapat sumbangan berupa 2x 20 feet containers dari umat untuk mengangkat baju-baju bekas dan alat-alat keperluan sekolah hasil sumbangan dari masyarakat buddhis di malaysia.
Untuk penyebaran dhamma di dalam Malaysia sendiri, mereka mendapat support dari resident monk; Chief Reverend K. Sri Dhammananda dan his disciples.

Juga di Malaysia ada BGF (Buddhist Gem Fellowship) yang terdiri dari para
cendekiawan buddhis yang mengabdikan dirinya dalam perkembangan buddha dhamma. BGF terdiri dari berbagai profesi; pengacara, dokter, pemusik, ahli ekonomi, ibu rumah tangga, etc. Mereka banyak mendatangkan bhikkhu-bhikkhu cendekiawan dari Thailand untuk memberikan ceramah dhamma. Topik-topik yang dipilih pun sederhana tetapi dibahas dari sudut yang bisa diterima oleh masyarakat pendengarnya.

Menurut saya, untuk menyebarkan ajaran Buddha, haruslah dikemas dalam kemasan yang menarik. Cara penyampaian pun harus disesuaikan dengan taraf pendidikan pendengarnya. Tidak dipungkiri, latar belakang pendidikan penceramah akan dipengaruhi oleh taraf pendidikan yang diperolehnya. Pendidikan disini tidak hanya berarti pendidikan formal, seperti Undergraduate, Post Graduate ataupun Doctorate. Tetapi keinginan untuk memperdalam ilmu pengetahuan dan membaca juga akan sangat membantu. Kalau setiap ceramah selalu berisikan "Hidup ini adalah Dukkha.......", tentunya membosankan harus mendengarkan hal yang sama berulang-ulang. Tidak ada yang suka mendengarkan hal-hal yang sudah mereka ketahui.
Contoh salah satu ceramah yang dibawakan oleh Dr. Elizabeth English, pembicara tamu dari UK, yang sangat popular dan dihadiri oleh banyak umat Buddha tahun 2002 lalu adalah "Be friend with Karma". Dari judulnya aja udah menarik. Isinya sederhana sekali bahwa terkadang kita malas melakukan sesuatu yang bermanfaat karena terlalu menggantungkan diri pada karma. Padahal kita bisa merubah karma kita dengan apa yang kita lakukan di saat ini. Menurut saya, isi ceramah Elizabeth lebih kurang sama dengan ajaran Liao Fan. Tetapi cara pembawaannya dan kemasannya plus promosi yang dilakukan oleh panitia penyelenggaran-lah yang membuat session ini menjadi penuh sesak

No comments:

Post a Comment