Search this blog

Mar 20, 2011

Hidup Cukup

Jakarta, February 11,2006.

Sering merasakan bahwa kita selalu ingin mendapatkan lebih dan lebih banyak uang lagi dan terkadang bingung dengan kata cukup? Dititik manakah kita perlu berhenti dan mulai menikmati hidup kita?
Saya ingin berbagi dengan teman-teman mengenai “hidup cukup” dari sudut perencanaan keuangan keluarga.
Kita bekerja keras untuk mencari sandang dan pangan. Kita juga harus memproteksi sandang kita. Caranya? Membeli asuransi untuk melindungi rumah dan mobil agar kalau terjadi musibah, kantong kita aman dari hal-hal yang tidak kita inginkan. Apa saja bisa terjadi, bahkan benda dari langit saja bisa jatuh dan menimpa rumah kita. Kalau tidak ada asuransi rumah, habislah, untuk membangun rumah kembali memerlukan uang yang lumayan, bisa menguras tabungan. Sementara mobil? Mobil teman saya yang lagi parkir dipinggir jalan, tiba-tiba ditimpa pohon yang tumbang, langsung mobilnya berubah wujud, jadi “penyot”.Untuk melindungi pangan, kita harus memproteksi pendapatan kita; dengan membeli asuransi yang mengcover sakit kritis (ini yang paling banyak menghabiskan tabungan, hasil kerja keras bertahun-tahun), cacat tetap total, kecelakaan dan meninggal dunia. Setelah ini terpenuhi, barulah kita menabung. Kenapa? Karena bila terjadi musibah tersebut diatas, kita tidak mampu bekerja lagi dan gajipun tidak akan diterima, akan sulit melanjutkan gaya hidup yang sama.
Teman saya, usia 35 tahun, dideteksi menderita kanker, dan karena tidak punya asuransi, harus menjual rumah dan mobil.
Beberapa teman Buddhis saya mengatakan bahwa sebagai umat Buddha, kita tidak perlu beli asuransi karena karmalah yang menentukan semuanya. Hmm, menurut saya, karmalah yang membawa kalian bertemu dengan penjual asuransi.
Cara menghitung kebutuhan asuransi jiwa secara umum adalah sederhana. Umumnya yang saya gunakan adalah 20 tahun perlindungan biaya hidup. Misalnya biaya hidup bulanan adalah Rp 5 juta/bulan x 1 tahun = Rp 60 juta. Bila kita ingin melindungi biaya hidup kita selama 20 tahun, dengan asumsi pada saat itu, anak kita sudah mandiri dan mampu menolong menopang biaya hidup orang tua, Rp 60 juta x 20 = Rp 1.2 Miliar. Setelah itu barulah kita menghitung premi asuransi yang harus dibayar karena saat ini, jenis asuransi sangat beragam dan umumnya para pembeli tidak mengerti apa yang mereka beli, makanya mereka sangat bergantung pada sales asuransi. Kalau butuh bantuan, bisa menghubungi saya untuk konsultasi, untuk mendapatkan perspektif yang berbeda dengan agen anda.
Besarnya tabungan yang diperlukan dan nilai asuransi yang kita inginkan, itu bisa dihitung berdasarkan kebutuhan kita saat ini dan life style kita. Untuk asuransi, seringkali banyak client yang underinsured (nilai asuransi yang mereka beli, tidak cukup untuk mengcover kebutuhan mereka), walaupun ada juga sebagian yang over insured.
 (karena punya uang lebih, akhirnya membeli asuransi terus menerus, padahal kebutuhannya terbatas di level tertentu saja).
Dana tunai itu penting, karena seringkali banyak sekali hal tidak terduga yang memerlukan uang dalam waktu cepat. Dan selanjutnya tabungan, kita harus menabung di instrumen tabungan yang bisa MENGALAHKAN inflasi. Misalnya kalau inflasi adalah 5%, sementara bunga bank berkisar 2%, tabungan kita akan tidak banyak berarti karena akan habis digerus inflasi. Kita harus meng-investasikan uang kita di instrumen yang bisa menghasilkan bunga 12-15%. Saya sendiri memilih reksa dana saham dari perusahaan yang memiliki reputasi bagus selama 5 tahun terakhir.
Tabungan sebesar 3 bulan gaji diperlukan, untuk menjaga-jaga kemungkinan kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dana cadangan ini juga bisa dihitung dari biaya hidup, setidaknya minimum 6x dari total biaya hidup bulanan. Hal ini penting karena ketika terjadi hal yang tidak kita inginkan, seperti PHK atau perusahaan bangkrut, etc, setidaknya kita masih bisa bertahan hidup sambil mencari pekerjaan yang baru atau memulai bisnis baru.
Kesalahan yang sering client saya lakukan adalah tidak memiliki cash yang cukup untuk “rainy days” dan menginvestasikan uangnya di property. Property tidak liquid, terkadang lebih mudah pada saat membeli tetapi ketika butuh uang dan mau dijual, tidak ada pembeli yang berminat.
Selain tabungan secara materi, tabungan dalam bentuk lain juga diperlukan. Mengutip kata Sayalay Dipankara, kita harus “ready to face the sunsets”. Katanya, ini asuransi untuk kehidupan kita di masa mendatang.
Dan ajahn Brahm pernah berkata bahwa “hidup itu harus berkecukupan hati” karena berapapun itu, tidak akan pernah cukup……

PF: Artikel ini pernah saya tulis di milis ramu_dharmajala yang kemudian diforward ke milis dharmajala oleh teman saya.
Profesi saya adalah perencana keuangan. Awal January 2010, saya mendapatkan gelar CFP® (Certified Financial Planner), sertifikasi untuk para perencana keuangan.

No comments:

Post a Comment