Search this blog

Mar 19, 2011

Merayakan Hari Raya Besar Agama

Kuala Lumpur, February 1, 2003

Saya ingin 'berbagi' cara saya memperingati hari-hari besar agama...

Waktu saya tinggal di Boston, USA, 1998-2000, disana Christmas dirayakan oleh semua orang, terlepas dari agamanya apa. Mungkin juga semua sudah tahu kalau USA terdiri dari imigran dari berbagai suku di seluruh dunia. Semangat Christmas sudah bisa dirasakan pada akhir November, dimana semua mulai sibuk shopping. Bahkan online retailer pun berlomba-lomba menarik pelanggan untuk menaikkan omzet. Online shopping di sana sudah menjadi sebuah habit, bisa menghemat waktu dan tenaga.

Karena saya bekerja di hotel, mengurusi banquet department; selama christmas, hotel selalu penuh dengan booking untuk christmas party. Dari berbagai perusahaan dan organisasi sosial, semua merayakan christmas dengan gembira. Orang yahudi pun merayakan christmas. Acara tukar kado, etc. Saya juga ikutan merayakan christmas. Napas christmas bagi kebanyakan orang disana, bukanlah sesuatu yang monopoly orang kristen saja. Semboyannya, "Christmas is for everyone". Saya juga menerima kado yang berupa lilin dengan Mistletoe dan christmas wrath untuk diletakkan di kamar saya.

Begitu juga waktu saya tinggal di Eropa (1992-1994), saya ber-christmas ria.
Juga pernah ikut ke gereja karena pengen tahu, apa sich yang mereka lakukan
kalau christmas. Sampai sekarang pun, mantan ibu kos saya yang orang India tapi besar di Inggris, selalu mengirimkan kartu christmas, tidak pernah lupa, setiap tahun, for the past 9 years. Walaupun dia tahu bahwa saya buddhist, tetapi tidak terpikir oleh dia kalau di Indonesia hanya mereka yang beragama kristen dan katholik yang merayakan natal. Dan kartu-kartu natal pun menghiasi rumah saya, kiriman dari teman-teman. Desember 1993, di Zurich, Swiss, pernah merasakan 'white christmas' dimana pas malam christmas, salju turun dengan lebatnya, waktu itu kami baru pulang dari gereja.

Waktu masih tinggal di Jambi (saya asalnya dari Jambi, Sumatra), setiap bulan
puasa, selalu ada pasar dadakan, namanya Pasar Senggol. Selama bulan puasa,
semuanya ikut menikmati acara shopping menjelang sore untuk buka puasa. Saya juga paling suka ke sana untuk beli kue-kue. Dan setiap hari pertama puasa, selalu ada yang mengirimkan lontong dan rendang ke rumah.

Nach, kalau Waisak, bagi saya adalah waktu untuk intropeksi. Tidak ada pesta.
Tidak ada acara kunjung-mengunjungi. Yang ada hanyalah kebaktian dan prosesi di vihara. Tahun lalu, 2002, di Malaysia, kita keliling Kuala Lumpur dengan prosesi yang dimulai dari Mahavihara Brickfields. Ada ribuan orang, kebanyakan berbaju putih, dari anak kecil sampai orang tua, membawa lilin dan bunga. Sambil berjalan, mengalunkan buddhist chant dan buddhis hymnes. Indahnya. Waktu itu saya bersama beberapa teman, bergantian mendorong seorang ibu yang duduk di kursi roda... Senangnya bisa saling membantu...

Pernah juga 2 kali saya merayakan Waisak di Borobudur (1991 dan 1992) bersama teman-teman dari Manggala dan PVVD, Bandung, yang paling berkesan adalah pas meditasi di sore hari. Suasananya begitu tenang dan menyenangkan. Begitu tiba Hari Kathina, adalah saatnya untuk berdana. Bersujud didepan bhikkhu sangha, memberikan bahan-bahan keperluan requisite untuk mereka. Serta tentu saja, Hari Raya Imlek, karena saya sendiri keturunan China, mengunjungi saudara-saudara dan makan malam bersama keluarga di Reunion Dinner. Bagi saya, semua hari raya agama adalah hari raya untuk celebration. Semuanya komplit.

Oooops, satu hal, belum pernah nyoba hari raya nyepi.......

Regards,
Jenty

No comments:

Post a Comment